• October 24, 2024

Adu kuat di Sumatera bagian utara

JAKARTA, Indonesia—Setelah gagal pada Pilgub DKI Jakarta 2017, Djarot Saiful Hidayat kembali ke kancah politik lokal. Pilgub Sumut (Sumut) kali ini menjadi ajang adu peruntungan. Kembali didukung PDI Perjuangan dan PPP, Djarot berpasangan dengan Sihar Sitorus dalam kontestasi pemilu.

Nama Djarot mulai masuk radar Pilgub Sumut usai eks Gubernur DKI Jakarta itu kerap terlihat mudik ke sejumlah daerah di Sumut pada Desember 2017 lalu. Djarot kala itu kerap disebut-sebut sedang ‘memeriksa’ gelombang elektabilitasnya di provinsi paling utara Pulau Sumatera itu.

Itu gayung bersambut. Pada 7 Januari 2018, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan restunya. PDIP dikabarkan mengambil keputusan tersebut setelah partai berlambang banteng berhidung putih itu gagal mengusung Eddy Rahmayadi sebagai calon gubernur. “Mohon diterima Pak Djarot. “Di sana juga banyak yang Jawa,” kata Megawati saat itu.

PDIP mencalonkan Djarot karena dianggap sebagai sosok yang mereka kenal baik seperti mantan Wali Kota Blitar, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan Gubernur DKI Jakarta. Megawati yakin Djarot bisa diterima oleh masyarakat Sumut yang memiliki karakter terbuka.

Sebagai pendamping, PDIP menunjuk Sihar Sitorus. Seperti Djarot, Sihar juga merupakan salah satu anak kesayangan Megawati. Bahkan Mega sempat melontarkan sindiran hingga harus berjuang bersama putrinya Puan Maharani demi mendapatkan Sihar sebagai pendamping Djarot.

“Sihar ini bergabung dengan Mbak Puan di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Lalu saya bilang, ‘Saya ambil Sihar ya?’. “Jangan lakukan itu, Bu.” “Nyonya. Puan jalan-jalan sama anaknya, saya ajak dia (Sihar), biarkan saja dia bersenandung,” kata Mega.

Sihar merupakan putra raja perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara DL Sitorus. Perusahaan DL Sitorus diketahui memiliki konsesi lahan ribuan hektar di Sumut. Setelah bekerja di PT Freeport dan Bursa Efek Indonesia, Sihar tercatat sebagai salah satu tenaga ahli di Kementerian PMK saat itu.

Bersama Sihar, Djarot kini dikenal sebagai mitra DJOSS. Djarot sendiri mengaku siap bertarung kembali dalam kontestasi pemilu. Ia bahkan berjanji akan mengulangi apa yang diraihnya dan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Ibu Kota.

“Saya datang ke Sumut untuk berjihad melawan kemiskinan, kebodohan dan narkoba. Makanya waktunya tidak lama, tanggal 27 Juni kita akan bersama-sama ke TPS untuk memilih Djoss. Agar Sumut lebih baik. Karena kami diutus ke Sumut bersama Sihar Sitorus untuk memajukan Sumut, kata Djarot.

Sementara itu, Edy Rahmayadi yang sudah dua tahun mengincar kursi Gubernur Sumut, resmi menjalin kerja sama dengan Musa Raeksah atau akrab disapa Ijeck. Eddy merupakan purnawirawan TNI, sedangkan Ijeck dikenal sebagai pengusaha kaya raya di Sumut dan penggila mobil.

Pasangan Edy-Ijek (Eramas) didukung enam partai dan meraih 60 kursi di DPRD Sumut. Dengan dukungan yang begitu besar, Eddy mengaku yakin bisa memenangkan Pilgub Sumut dengan mudah. Selain itu, nama pasangan Eramas juga kerap muncul di papan survei. Targetnya 70% suara, kata Eddy kepada wartawan usai resmi mendaftarkan namanya sebagai calon Gubernur Sumut ke KPUD Sumut pada Januari lalu.

Selain pasangan Eramas dan DJOSS, perhelatan Pilgub Sumut juga diwarnai dengan kehadiran pasangan JR Saragih dan Ance Selian. Namun pencalonan jagoan Partai Demokrat, PKB, dan PKPI harus gagal di tengah jalan. KPUD Sumut menolak pencalonan keduanya karena menduga ijazah JR Saragih palsu.

Alhasil, yang tersisa hanyalah pasangan DJOSS dan Eramas. Posisi head-to-head ini membuat suhu politik Pilgub Sumut semakin memanas. Isu politisasi SARA pun merebak kuat dengan kehadiran Djarot.

Bawaslu Sumut bahkan mencatat ada 182 pelanggaran yang dilakukan kedua pasangan calon tersebut pada kampanye Pilgub Sumut 2018. Tak hanya itu, simpatisan calon juga saling menyerang, menuduh, dan melaporkan ke polisi.

Tiga hari sebelum pencoblosan, misalnya, Sihar Sitorus dilaporkan ke Polda Sumut. Sihar sebagai Direktur Utama PT Damai Jaya Lestari dilaporkan atas dugaan penipuan dan perbuatan tidak menyenangkan.

Di sisi lain, kampanye hitam yang belum jelas kebenarannya juga menyerang Ijeck, pasangan hidup Eddy. Sebuah angka meme beredar di dunia maya menyebut Ijeck sebagai pemeras dan koruptor. Ijeck beberapa kali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan terkait kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho.

Kekuatan Erasmus

Baik dari segi survei maupun jumlah kursi DPRD Sumut, pasangan Eramas lebih baik dibandingkan pasangan DJOSS. Dilihat dari 7 lembaga survei sejak awal Januari, 6 di antaranya menempatkan pasangan Eramas jauh di depan. Hanya survei Indo Barometer yang menempatkan DJOSS sedikit lebih unggul dari Eramas.

Dari segi jumlah kursi di parlemen, Eramas juga dominan. Gabungan enam partai politik menghasilkan 60 kursi. Jauh sekali dibandingkan pasangan DJOSS yang hanya mengombinasikan 20 kursi PDI Perjuangan dan PPP.

Salah satu keunggulan lainnya adalah keberhasilan pasangan Eramas menarik PKS sebagai partai politik pengusung. PKS dikenal sebagai jagoan Pilgub Sumut dan berhasil membawa kadernya berkuasa di Sumut selama dua periode berturut-turut. Belakangan, kekuatan politik Eramas pun kian membesar setelah PKB resmi menyatakan mendukung Eramas.

Pada Pilgub Sumut, pasangan Eramas mempunyai misi menjadikan Sumut sebagai provinsi yang bermartabat, dengan tersedianya pangan dan sandang yang cukup, pendidikan yang layak, akses kesehatan yang mudah, dan pengelolaan yang profesional. Edy dan Musa juga berjanji akan membersihkan Sumut dari perjudian, narkoba, prostitusi, dan penyelundupan.

Kekuatan DJOSS

Kepopuleran Djarot menjadi salah satu keunggulan pasangan DJOSS. Pilkada Jakarta tahun 2017 yang berlangsung panas dan penuh drama mengangkat nama Djarot hingga ke kancah nasional. Tak heran, warga Sumut sudah mengenal Djarot jauh sebelum politikus PDI Perjuangan itu rutin mengunjungi sejumlah daerah di Sumut.

Pengalaman Djarot di birokrasi sejak menjadi Wali Kota Blitar juga menjadi nilai tambah. Hal itu dibuktikan dengan sejumlah debat resmi KPU Sumut yang digelar pasangan DJOSS. Dari segi penguasaan materi, Djarot dan Sihar dinilai lebih unggul. Biasanya, pemilih yang rasional baru menentukan pilihannya setelah menyaksikan perdebatan antar kandidat.

Di sisi lain, Djarot juga didukung kekuatan logistik yang mumpuni. Berdasarkan data LHKPN yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sihar Sitorus tercatat sebagai calon dengan kekayaan tertinggi. Nilai aset Sihar disebut-sebut mencapai Rp 350 miliar lebih.

Pada Pilgub Sumut, pasangan DJOSS mempunyai sejumlah misi, antara lain m.terwujudnya pemerintahan yang bersih, bebas korupsi, transparan, efisien, demokratis, dan terpercaya yang melayani masyarakat, terwujudnya taraf hidup yang bermutu, terwujudnya dan percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan pariwisata, dan terwujudnya Utara Masyarakat Sumatera yang bertaqwa, berbudaya dan saling menghargai keberagaman dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Infografis Rappler Indonesia

Skenario perubahan haluan yang potensial

Menang di lembaga survei belum menjadi jaminan bagi pasangan Eramas untuk memenangkan Pilgub Sumut. Pasalnya, jumlah suara penambang yang belum memastikan pilihannya hingga pemungutan suara pekan terakhir masih tinggi. Menurut catatan Indo Barometer, setidaknya ada 25,4% pemilih masih ragu.

“Persaingan keduanya masih sangat ketat. “Jadi siapa yang lebih gencar berkampanye di menit-menit terakhir, bisa jadi dialah yang keluar sebagai pemenang Pilgub Sumut,” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari saat mengumumkan hasil rekamannya di Jakarta, pekan lalu.

Survei Indo Barometer dilakukan pada periode 26 Mei-2 Juni 2018 dan melibatkan 800 responden dari seluruh wilayah di Sumut. Banyaknya angka floating vote pada Pilgub Sumut, lanjut Qodari, membuat kedua pasangan calon masih memiliki peluang yang sama untuk memenangkan persaingan.

Merujuk hasil survei, jika 25,4% suara pemilih terdistribusi secara proporsional, maka pasangan DJOSS akan menang. Namun, jika suara 25,4% suara pemilih dibagikan kepada pasangan Eramas, maka calon nomor urut 1 akan menang. Sebaliknya.

Sebelumnya, Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komaruddin mengatakan, peluang kedua pasangan memenangkan persaingan berimbang. Kemenangan akan ditentukan oleh bagaimana mesin dan tim partai bekerja untuk meraih simpati masyarakat Sumut dan menggalang suara dari akar rumput, ujarnya.

—Rappler.com

Pengeluaran SDYKeluaran SDYTogel SDY