• October 24, 2024

Air mata Messi dan Maradona

JAKARTA, Indonesia —Waktu berlalu begitu cepat. Dan terakhir, wasit Ravshan Irmatov (Uzbekistan) meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Argentina kalah 0-3 melawan Kroasia. Stadion Nizhny Novgorod, Jumat 22 Juni dini hari WIB tampak seperti kuburan massal bagi La Albiceleste.

Argentina sebenarnya bermain cantik sejak awal, termasuk saat gawang Wilfredo Caballero dibobol Ante Rebic pada menit ke-53. Lionel Messi dan kawan-kawan terus menekan, menyerang dan menggempur jantung pertahanan Kroasia tanpa henti. Tidak ada satu detik pun yang berlalu tanpa tekanan.

Namun seluruh peluang Argentina masih bisa digagalkan Kroasia. Kroasia bahkan bisa menambah dua gol melalui kaki Luka Modric dan Ivan Rakitic, hanya beberapa saat sebelum duel seru itu berakhir.

(BACA JUGA: Piala Dunia 2018: Hasil Lengkap Grup D)

Jorge Sampaoli, sang pelatih, telah tiada bank terburu-buru Juru taktik berusia 58 tahun yang sukses mengantarkan trofi Copa America 2015 saat menukangi Chile itu tak henti-hentinya memikirkan kekalahan timnya yang dibanjiri pemain kelas satu.

Di atas podium, Diego Maradona, pahlawan Argentina di Piala Dunia 1986, pun tampak kesal dan menangis. Wajah El Pibe de Oro jelas terlihat menyesal. Orang-orang di sekitar berusaha menghiburnya.

Maradona berharap Messi dan kawan-kawan bisa menebus kegagalannya setelah ditahan imbang Islandia 1-1 di leg pertama. Namun kenyataannya, Argentina justru mencetak tiga gol tanpa balas.

Sangat menyedihkan

Yang paling disorot tentu saja Messi. Pemain Barcelona itu terbelalak keheranan, sebelum akhirnya meninggalkan lapangan dengan kepala tertunduk. Ribuan pasang fans setia Argentina memandang Messi dengan kesedihan yang mendalam.

Messi bukan hanya idola tapi juga pilar masyarakat Argentina. Sudah lama sekali Argentina tidak menjadi yang terbaik di Piala Dunia. Mereka terakhir kali memenanginya saat turnamen besar digelar di Meksiko, 1986. Maradona menjadi bintang andalan La Albiceleste saat itu. Argentina sukses mengulang momen bersejarah saat pertama kali naik podium, 1978.

Tapi Messi bukanlah Maradona. Kesuksesan Messi bersama Barcelona tak berdampak pada timnas. Nasib buruk terus menimpa La Pulga di turnamen besar. Pada tahun 2014 di Brasil, Messi memiliki peluang besar untuk memenangkan Piala Dunia pertamanya. Namun, tak ada keajaiban yang terjadi di Estádio do Maracanã, Rio de Janeiro, 13 Juli. Pada laga melawan Jerman, Argentina kalah 0-1 akibat gol tunggal Mario Götze di menit-menit akhir pertandingan.

Nasib serupa juga dialami Messi di Copa America 2015. Argentina kalah dari Chile lewat adu penalti saat keduanya bertemu di final yang berlangsung di Estadio Nacional, Santiago de Chile, pada 5 Juli lalu. Sebelumnya di ajang yang sama, Argentina asuhan Messi juga kalah dari Brasil pada laga final Copa America 2007.

Kegagalan demi kegagalan membuat Messi memutuskan hengkang dari timnas pada 2016. Messi menyebut dirinya tak cocok dengan timnas. Tiga kegagalan di laga puncak menjadi bukti ucapan Messi. “Tim ini bukan untuk saya,” kata Messi saat itu.

Secara tidak langsung, Messi menegaskan dirinya bukanlah Maradona yang menjadi idola turun temurun. Maradona bersinar di klub, puncaknya di Piala Dunia 1986.

Beban berat

Namun masyarakat Argentina enggan menyetujui keinginan Messi. Messi masih dibutuhkan, setidaknya di Rusia. Bertabur bintang dan dibekali taktik berkepala dingin, Messi dkk. berharap untuk menaklukkan dunia. Namun kekalahan telak dari Kroasia di babak penyisihan Grup D membuat Argentina berada di tepi jurang. Dengan satu poin, Argentina seharusnya bisa menang besar melawan Nigeria pada 27 Juni.

Messi yang malang. Ini adalah kuk berat yang harus dipikulnya. Sebenarnya tidak asyik menumpahkan semua kekecewaan Anda kepada Messi. Semua orang tahu bahwa Messi berusaha dan memberikan seluruh kemampuan terbaiknya. Awasi dia terjatuh dan ditebas oleh pemain lain.

Dia menahan rasa sakit, juga emosi, ketika lari atau garukannya dihentikan mengatasi keras. Messi bukan tipe pemain yang mengharapkan belas kasihan wasit dengan berpura-pura menjatuhkan badan, apalagi di kotak penalti. Messi adalah petarung sejati. Tindakan itu tabu dan memalukan.

Oh, Messi. Apakah masih ada waktu untuk itu? Siapa tahu. Yang pasti tidak ada yang mudah di Piala Dunia. Inilah palagan sesungguhnya, melampaui persaingan apa pun. Termasuk La Liga dan Liga Champions yang kerap dimenangkan Messi bersama Blaugrana.

Di Piala Dunia, semua pertandingan dimainkan seperti final, terutama bagi tim-tim kecil yang ditolak. Argentina merasakan betapa alotnya duel melawan Islandia. Tim favorit lainnya, Brasil, hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan Swiss. Sebaliknya, Jerman kalah 0-1 melawan Meksiko.

Jangan menangis, Messi. Setidaknya masih ada harapan. Masih ada secercah cahaya di ujung terowongan yang gelap. Dan ingat, tidak ada yang mustahil dalam sepakbola.

“Ibarat ada awan yang menutupi kecemerlangan Leo (Messi),” kata Sampaoli, dikutip dari Goal. Sampaoli bukan bermaksud menjadikan Messi sebagai kambing hitam. “Kami bermain sebagai sebuah tim dan Leo adalah kekuatan pendorongnya. Tapi lawan juga bekerja keras,” tambah Sampaoli.

DAMPAK.  Lionel Messi hanya bisa menundukkan kepala setelah Argentina kalah dari Kroasia.  Foto dari FIFA.com

Messi oh Messi, nasibmu sekarang. Lupakan kesedihan, sekarang saatnya memandang Nigeria dengan kegembiraan yang membara. Nigeria sendiri, Jumat 22 Juni malam WIB, bertemu Islandia. Di laga pertamanya, mereka kalah 0-2 melawan Kroasia. Jadi ini adalah pertandingan hidup dan mati bagi Nigeria sebelum mereka menghadapi Argentina lima hari kemudian.

Waktu berlalu begitu cepat. Masih ada peluang bagi Messi. Dan semoga keberuntungan sedang berpihak padanya. Mudah-mudahan, ya semoga!

—Rappler.com

Nomor Sdy