Pertarungan timpang di ‘bullpen’
- keren989
- 0
JAKARTA, Indonesia—Pilkada Jawa Tengah ibarat pertarungan antara Dawid (David) melawan Jalut (Goliat). Dari segi elektabilitas, Ganjar Pranowo yang disandingkan Taj Yasin tak ubahnya Jalut. Sedangkan pasangan penantangnya bisa disebut Sudirman Said-Ida Fauziyah Daud. Bedanya, berapa kali pun Daud diketapel, Jalut tetap kokoh berdiri.
Hingga mendekati pemungutan suara, elektabilitas Ganjar-Taj Yasin kian tak tergoyahkan. Misalnya, hasil survei terbaru Indo Barometer yang dirilis Rabu 20 Juni 2018 menunjukkan elektabilitas pasangan Ganjar-Taj di atas 65%. Jauh dari pasangan Sudirman-Ida yang punya elektabilitas di kisaran 20%.
Bahkan, Ganjar bolak-balik ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan kesaksian dalam perkembangan kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik. Nama Ganjar juga disebut-sebut salah satu tersangka kasus korupsi KTP-E, Miriam S Haryani, sebagai salah satu penerima suap.
Warga Rembang juga berkali-kali memprotes keputusannya mempertahankan kebijakan pembangunan pabrik semen. Pasangan Sudirman-Ida kerap menjadikan kedua isu tersebut sebagai peluru untuk menyerang Ganjar dalam beberapa kesempatan.
“Ganjar Yasin menang dengan margin yang besar. Kasus dugaan korupsi KTP elektronik belum cukup merugikan Ganjar Pranowo di Pilgub Jateng, kata Mohammad Qodari, Direktur Eksekutif Indo Barometer, saat memaparkan hasil survei.
Ganjar resmi diusung PDI-Perjuangan sebagai calon Gubernur Jawa Tengah pada awal Januari lalu. Pencalonan Ganjar dideklarasikan langsung oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Sebagai pendamping, Megawati menunjuk anggota DPRD Jawa Tengah Taj Yasin atau akrab disapa Gus Yasin.
Gus Yasin merupakan anak dari pengasuh Pondok Pesantren Sarang Rembang, KH Maimun Zubair. Maimun saat ini masih menjabat sebagai Ketua Dewan Syariah Partai Persatuan Pembangunan. Yasin yang masih berusia 34 tahun dinilai mewakili kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan dinilai pantas mendampingi Ganjar yang dicap nasionalis.
Menurut Ganjar, nama Yasin merupakan usulan para ulama. “Saya dan Mbah Moen (Maimun Zubair) sangat dekat. “Jadi dari sekian tokoh yang kita cari, akhirnya kita ketemu Gus Yasin dan langsung perbincangan,” kata Ganjar saat itu.
Jika Ganjar-Taj diusung bersama-sama, lain halnya dengan pasangan Sudirman-Ida. Saat dicalonkan Partai Gerindra pada pertengahan Desember 2017, Sudirman belum memiliki cawapres. Nama Ida baru muncul pada Januari 2018 setelah dideklarasikan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Januari 2018.
Saat itu, Ida menepis tudingan dirinya hanya calon dadakan setelah Sudirman Said gagal mencalonkan diri. Ketua DPW PKB Gus Yusuf selaku pendamping. “Saya langsung ingin mengambil posisi politik sebagai calon wakil gubernur karena ditawarkan oleh Sudirman Said dan Gus Yusuf,” ujarnya.
Ida merupakan salah satu kader terbaik PKB yang pernah berkantor di Senayan selama tiga periode. Di NU, Ida tercatat aktif di lembaga Fatayat NU. Kehadiran Ida diharapkan mampu memecah belah suara NU di tingkat akar rumput. Apalagi tercatat di sana 4.683 wisma Islam di Jawa Tengah dengan jumlah santri berkisar 500 ribu.
Sedangkan Sudirman bukan berasal dari partai politik. Meski dikenal dekat dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan petinggi PKS, Sudirman lebih banyak ‘tercatat’ sebagai sosok birokrat dan akademisi. Khusus di PKS, Sudirman menjabat sebagai anggota dewan pakar PKS selama setahun.
“Saya bersyukur Pak Prabowo terpilih menjadi calon. Keputusan bersejarah dibuat untuk mencalonkan saya sebagai calon di Jawa Tengah. “Ini bersejarah karena saya baru pertama kali terjun ke dunia politik karena itu bukan bidang saya,” kata Sudirman.
Kekuatan Ganjar-Taj
Statusnya sebagai petahana membuat Ganjar menjadi calon terkuat Gubernur Jawa Tengah. Apalagi kinerja Ganjar sebagai gubernur juga cukup baik. Setidaknya hal itu terlihat dari tingkat kepuasan masyarakat yang dirilis berbagai lembaga survei jelang Pilgub Jateng.
Di sisi lain, Jawa Tengah juga bisa disebut sebagai basis suara PDI Perjuangan. Partai berlambang banteng moncong putih itu memiliki 31 kursi dari total 100 kursi DPRD Jateng. Sebanyak 19 dari total 35 bupati dan wali kota di provinsi tersebut merupakan kader atau tokoh pendukung PDI-P.
Di dunia maya pun Ganjar dinilai lebih unggul. Di Twitter, pengikut Ganjar tercatat lebih dari satu juta orang. Sementara di Instagram, pengikut Ganjar mencapai lebih dari 450 ribu orang. Berbeda jauh dengan pengikut Sudirman yang hanya puluhan ribu di Twitter dan hanya ribuan di Instagram.
Unggul di dunia maya tak membuat Ganjar bangga. Dengan menggandeng Taj Yasin, Ganjar juga berpotensi mendapatkan basis dukungan akar rumput, khususnya dari NU. Taj yang merupakan anggota DPRD Jawa Tengah ini berpengalaman menggalang suara dari berbagai kalangan masyarakat di Jawa Tengah.
Pada Pilgub Jateng, Ganjar-Taj menggunakan jargon ‘Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi’ yang kurang lebih bermakna ‘tidak mau korupsi dan tidak mau membohongi masyarakat’. Ganjar menggunakan jargon tersebut saat memenangi Pilgub Jawa Tengah 2013.
Setidaknya ada tiga misi yang dijanjikan kepada pemilih di Jawa Tengah melalui jargon tersebut. Pertama, pasangan ingin menempatkan orang-orang sebagai subjek dalam proses pengambilan keputusan dan memperkuat akses masyarakat terhadap sumber daya politik, sosial ekonomi dan budaya.
Kedua, pasangan ini ingin memperkuat administrasi pemerintahan yang bersih, jujur, dan transparan untuk menjamin sistem pelayanan sipil. Terakhir, terselenggaranya program pembangunan yang menjamin terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui sinergi kerja dan gotong royong para pemangku kepentingan.
Kekuasaan Sudirman-Ida
Meski kalah dari segi elektabilitas, pasangan Sudirman-Ida punya kekuatan dari segi jumlah kursi yang diraih partai politik pengusung di DPRD Jateng. Total ada 52 kursi atau lebih tinggi 4 kursi dibandingkan parpol pengusung pasangan Ganjar-Taj.
Namun, perlu upaya ekstra untuk mengubahnya menjadi suara sah pada pemungutan suara nanti. Pasalnya, berdasarkan survei Litbang Kompas yang dirilis akhir Mei lalu, banyak pemilih parpol kubu Sudirman-Ida yang justru ‘jatuh cinta’ pada pasangan Ganjar-Taj. Misalnya, massa PKB sangat mendukung Ganjar-Taj sekitar 81%.
Keuntungan lain yang bisa dimanfaatkan adalah bergabungnya PAN ke koalisi pendukung Sudirman-Ida. Dukungan PAN biasanya sama dengan dukungan terhadap Muhammadyah dan anggotanya.
Keuntungan lainnya adalah dari segi perhitungan kekayaan para calon. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke KPUD Jawa Tengah, harta kekayaan Ida Fauziyah mencapai Rp19,8 miliar. Kekayaan Ida masih lebih besar dibandingkan gabungan kekayaan ketiga nama lainnya.
Selain harta, dukungan juga mengalir kepada pasangan Sudirman-Ida dari Ketua PBNU Said Aqil Siradj. Saat peringatan Nuzulul Quran di kantor PWNU Jawa Tengah, Semarang, Minggu 3 Juni 2018, Said meminta kader NU bekerja keras untuk merebut pasangan nomor urut 2.
Pada Pilgub, Sudirman-Ida mengusung jargon ‘Bangun Jawa Tengah, Mukti Saam’ yang kurang lebih bermakna ‘Bangun Jawa Tengah Bersama’. Misi pasangan ini antara lain mewujudkan hasil pembangunan dan mengurangi kesenjangan, memperkuat partisipasi warga dalam pembangunan, serta menjaga keberlanjutan dan keseimbangan ekologi.
Misi yang mustahil
Jika merujuk pada ‘skor’ di papan pencatatan, Sudirman-Ida hampir mustahil bisa mengalahkan Ganjar-Taj. Apalagi elektabilitas kedua pasangan terpaut jauh. Menurut Direktur Eksekutif Charta Politica, Yunarto Wijaya, hanya ‘tsunami politik’ yang mampu menghancurkan ‘kekuatan’ Ganjar-Taj di Jawa Tengah.
“Apalagi, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Ganjar mencapai 73,8 persen. “Kalau tidak ada tsunami politik, misalnya OTT (operasi tangkap tangan), Ganjar hampir pasti menang karena recognition rate Ganjar mencapai 86,8 persen dan favourability rate 96,6 persen,” ujarnya. Yunarto.
Hal serupa diungkapkan Qodari saat merilis hasil survei Indo Barometer di Jakarta, Rabu 20 Juni 2018. Menurut dia, seluruh skenario berdasarkan data survei tidak akan membantu elektabilitas pasangan Sudirman-Ida yang hanya sebesar 21,1%. .
Survei Indo Barometer dilaksanakan pada 7-13 Juni 2018. Hasil survei menunjukkan masih ada 11,6% masyarakat Jawa Tengah yang belum menentukan pilihan. “Skenario yang paling mungkin adalah jika 11,6% jatuh ke pasangan Sudirman-Ida. Jadi dapatkan 32,7% suara. “Tapi tetap saja rugi,” ujarnya.
Meski masih kalah di papan survei, Sudirman tetap optimis bisa mewujudkan misi yang nyaris mustahil itu dengan memenangkan pemilihan gubernur. Apalagi menurutnya, tidak semua lembaga survei kredibel.
“Surveinya tergantung siapa penanggung jawabnya. Jika kami percaya survei independen. Kami TIDAK Nanti lengah kalau bilang tinggi, kalau rendah ya betul. Jangan terlalu terburu-buru. Ada dua orang yang memutuskan, yaitu manusia dan yang di atas (Tuhan). Faktor penentu (pemungutan suara) nanti 27 Juni, ujarnya.
—Rappler.com